Agen Bola Terpercaya

Thursday, January 31, 2019

Cerita Dewasa Sperma Menjadi Obat Untuk Mertuaku Yang Sakit


Kepulan asap dari sebatang rokok ketengan temani lamunanku siang itu, Deru kendaraan hilir mudik diantara alunan lagu dangdut dari TV pemilik warteg dimana saya menumpang duduk sekalian ngopi tidak dapat menggugah pikiranku yang melayang-layang entahlah kemana. “Ngelamun saja lo, kangen bini ya?’’, tegur Bejo,
rekanan sama-sama tukang ojek tempat kami bersama dengan mangkal. Saya cuma membalas dengan senyuman. “ Bu…kopi satu,’’ katanya pada pemilik warung. “Catur , Den?” katanya.”halah…bosen, dari pagi main sama si Ujang, entar situ kalah lagi”, Bejo cuma nyengir dengar jawabanku. Siang hari ini memang pikiranku tengah bimbang, kembali kenang momen semalam serta pagi ini hari.

Saya tinggal menumpang mertua dalam suatu rumah simpel di kampung perbatasan jakarta. Kami datang dari keluarga dengan ekonomi pas-pasan. Isteriku sangat terpaksa jadi TKI di Arab Saudi untuk melakukan perbaikan kondisi.
Motor kreditan yang saya gunakan untuk mengojek ini pula hasil jerih payahnya.Keadaan mertua pun sama juga, bapak isteriku ialah tukang bangunan yang seringkali keliling dari satu project ke project lainnya dibanding dirumahnya sendiri, terkadang beberapa bulan tidak pulang. Bapak, demikian saya memanggilnya, dahulu begitu keras menampik pernikahan kami, ya lumrah, telah sulit kok bisa mantu yang sulit. Sesaat ibu mertua kebalikannya, dia figur ibu yang lembut serta baik hati. Ingin bagaimana kembali jika sudah jodohnya. Dahulu saya sudah sempat kerja di pabrik sebelum pada akhirnya bangkrut serta saya terkena PHK. Pernikahan kami membuahkan seseorang anak umur 2,5 tahun yang sekarang diasuh neneknya, ibu mertuaku.

Malam itu hujan begitu deras menghujam bumi. Saya tengah lesehan diatas tikar lusuh melihat TV saat tidak diduga ibu mertua tergopoh-gopoh keluar dari kamarnya ke arah kamar mandi , lantas terdengar nada seperti orang muntah. Saya menyusulnya,’’ada apakah Bu? Masuk angin?, dia mengangguk lemah. “Saya panggilkan Teh Nining samping ya bu? Tawarku. “Gak perlu, den, tidak enak sudah malam begini…mana hujan lagi”, jawabnya. “kalau begitu saya bikinin teh panas ya bu, saya pun masih tetap miliki obat neh”, ibu mengangguk lantas berjaan ke arah kamarnya. Sesudah mengantar teh serta obat flu, kembali saya berbaring di ruangan tamu simpel itu hingga kemudian saya terlelap.
Jam dinding kusam itu memberikan jam 1.30 malam saat saya mendadak terjaga sebab kembali ibu muntah-muntah di kamar mandi. Dengan selekasnya saya menyusulnya,’’Ibu muntah kembali?”, tanyaku…ia mengangguk lemah serta berkata ‘’, Ibu jika belumlah dikeroki umumnya belumlah mempan, tetapi ingin bagaimana kembali,’’ jawabnya pasrah. Entahlah muncul inspirasi darimana,’’ ya sudah, agar saya yang ngeroki bu, ibu nantikan saja di kamar’’, jawabku serta ibu kelihatannya tidak menampik terkecuali dia inginkan muntah-muntah kembali. Saya bergegas ke arah dapur, mencari piring kecil alas gelas serta menumpahkan dikit minyak goreng, tinggal 1 koin seratusan lama yang kebetulan saya masih tetap menaruh beberapa. Cukup dikit kaget setibanya saya di kamar, merasakan ibu sudah bertukar baju yang sebelumnya daster panjang sekarang kain kemben batik yang warnanya sudah lusuh. Akan tetapi bukan itu yang membuat saya menelan ludah, tetapi kemben hanya dada itu sudah menampakan pundak ibu yang nyatanya kuning bersih, ditambah ketatnya kain itu menampakan lekak lekuk tubuhnya yang masih tetap menampakan keindahan di usianya yang 45 tahun itu. Akan tetapi pikiran kotor selekasnya kusingkirkan, bagaimana juga dia ialah orangtua isteriku yang perlu kuhormati.

Awalilah saya mengeroki punggungnya dalam tempat ibu duduk membelakangiku diatas ranjang tua dimana anakku pun tengah tertidur di atasnya. Tuntas,dibagian pangkal leher serta bahunya, sekarang gilirang punggung sisi tengah,”maaf bu, kainnya dapat di turunkan dikit?’, pintaku sebab kain kemben itu menghambat. Ibu mengangguk perlahan serta buka ikatan kain itu akan tetapi sebab kurang berhati-hati kain itu turun sampai pantatnya yang dibungkus celana dalam putih lusuh, serta yang membuat suatu dibalik celanaku tidak dapat dibawa kompromi ialah sebab selintas bagian payudaranya tampak. Ibu selekasnya membenahinya serta mendekap sarung batik itu didadanya, serta saya seakan-akan tidak lihat panorama indah itu kembali meneruskan kerokan ku. Peluh mulai bercucuran di dahi ku, tidak cuma sebab keluarkan tenaga tapi pun meredam keinginan yang terpendam, sesudah satu tahun berlalu tiada sentuhan isteriku. Sangat optimal saya cuma dapat lakukan masturbasi sekedar untuk pelampiasan. “Ibu jika lelah, baring aja”, pintaku serta ibu menuruti dengan berbaring tengkurap hingga saya dapat meneruskan mengeroki punggung mulusnya itu, yang terlihat berkilauan terserang cahaya redup lampu kamar, belang-belang merah sisa kerokan tidak dapat menghilangkan keindahannya. Keringat dingin mulai keluar dari pori-pori kulitnya. Saya selalu kerja sampai lalu kudengar dengkuran halus keluar dari mulutnya, ibu tertidur. Serta entahlah mengapa saya tidak langsung hentikan kerokan, seakan-akan ingin lebih lama nikmati panorama sensual tubuhnya. Cemas ibu terjaga tidak diduga, sekarang saya cuma memijat-mijat perlahan pinggangnya…terus ke bawah sampai tumpukan daging kenyal pantatnya yang membusung itu.

Sebelumnya tanganku gemetar, akan tetapi mengerti ibu seakan-akan semakin terbenam di alam mimpi, saya semakin membulatkan tekad. Entahlah setan manakah yang mengendalikanku, selesai terlalu lama menjamah pantatnya, sekarang kucoba pelorotkan sarungnya ke bawah. Mataku nanar melihat bayangan belahan pantatnya di balik celana dalam lusuh yang tipis karena keseringan di bersihkan itu, manakah berlubang di sana-sini menampakan kulit di belakangnya, tekanan batang kontolku semakin menekan celana pendek yang kupakai, membuat seperti tenda kecil diantara selakanganku. Dengan tangan gemetar ku pelorotkan celana dalam ibu dengan perlahan-lahan, jalinan mertua-menantu ke depan dipertaruhkan dalam tindakan nekat itu. Gerakanku berhenti saat pinggir sangat atasnya datang di pangkal paha ibu mertua yang cukup merapat itu. Tentunya bentuk pantat bahenol itu, bayangan hitam lubang anusnya serta tumpukan rambut hitam di bawahnya membuat saya kehilangan kontrol. Ku berikan beberapa minyak goreng itu diatas pantat ibu, sekalian meremas-remasnya, serta sekarang berkilauan seperti punggung ibu barusan.

Dengan jantung berdegup, ku turunkan celana pendekku, lantas merangkap diatas badan tengkurap ibu yang begitu pulas tertidur, akan tetapi kuupayakan tidak menindihnya. Ku sisipkan batang kemaluanku yang sejak dari barusan begitu mengeras diantara belahan pantat ibu, lantas mulai menggosok-gosokannya perlahan, sehati-hati munkin supaya dia tidak terjaga. Tetapi sensasi yang kurasakan begitu mengagumkan, anda akan memahami bila lama tidak rasakan kesenangan badan wanita. Mataku melihat muka ibu yang damai dalam tidurnya, dia cukuplah manis walaupun munkin jarang tersentuh make-up, ingin rasa-rasanya kuciumi pipinya tetapi pasti berefek. Serta tidak menanti lama saat saya mengejang lantas semburan untuk semburan sperma hangat ..serta banyak sekali, sampai di pantat, punggung, bahkan juga leher ibu. Lama saya mematung sampai denyutan-denyutan orgasmeku hilang serta kemaluanku mulai mengerut. Baru lalu saya beranjak….kepanikan kecil melandaku lihat lelehan benihku diatas badan ibu. Ku bebaskan kaus kumal yang kupakai, serta kugunakan menjadi lap menghilangkan jejak-jejak aksi mesum yang kulakukan malam itu. Dengan tergesa-gesa kurapikan kain kemben ibu, serta bergegas keluar kamar. Selesai dari kamar mandi kembali kubaringkan badan,’’ apakah yang kau lakukan”, pikirku…namun pada akhirnya terlelap juga….dengan perasaan senang.

Seperti biasa, jam 1/2 enam pagi saya terjaga, selesai seadanya bersihkan rumah, ku luangkan melihat kamar ibu. Dia masih tetap tertidur, kain kembennya telah terikat di dada, akan tetapi cukup terungkap dibagian paha, membuat saya kembali menelan ludah. Di sampingnya, anakku sudah terjaga, tengah asik mainkan mobilannya sekalian berbaring. Saya lalu mandi, dikit tertegun lihat kaus kumal semalam, lantas saya mencucinya.

“Bu…ibu,”, panggilku coba membangunkannya sekalian dikit menepuk pundaknya. Matanya mulai buka. “Sudah jam 1/2 delapan bu, ibu telah lebih enak?”..dia mengangguk perlahan,’’ tetapi masih tetap lemas Den, linu-linunya belumlah ilang, Ari manakah?’’ bertanya Ibu.”Sedang main di luar bu, telah saya mandikan serta kasih sarapan, barusan saya belikan bubur ayam di muka, ibu sarapan ya?’’, jawabku sekalian tawarkan bubur ayam. Ibu bangun perlahan-lahan serta duduk di pinggir ranjang, semangkuk bubur serta satu gelas teh kuletakan diatas meja kecil di dekat ranjang. Saya meninggalkannya. Serta selang beberapa saat kembali saya masuk kamarnya serta menyerahkan obat,” lho..kok tidak habis bu?”, tanyaku melhat bubur itu masih tetap separuh tersisa.”Masih pahit Den’’, jawabnya. “Ya sudah, ibu minum obat …air panas sudah saya sediakan di kamr mandi”, ibu lantas minum obat dengan perlahan…,”ibu masih tetap pegal Den, ingin istirahat kembali, nanti saja deh mandinya”, jawabnya. “ehmm…kalau begitu saya kompres saja ya bu”, tawarku…”gak perlu repot…”, belumlah selesai kalimatnya saya telah 1/2 lari ke dapur, ambil handuk kecil serta baskom kecil lantas tuangkan air hangat ke dalamnya.

Ibu telah terbaring di kamar saat saya masuk. Saya ambil kursi kayu lantas duduk disebelahnya, meremas handuk serta mulai dengan lembut menyeka mukanya. “Ibu jadi tidak enak nih Den, jadi ngerepotin kamu”, tuturnya. “ah…ibu kan telah seperti ibu saya sendiri”, jawabku sekalian selalu melapi leher, bahu sampai dada atasnya. Lantas ke-2 lengannya sampai ketiaknya yang putih serta dikit ditumbuhi bulu itu, membuat senjata biologisku mulai berulah. “Ibu dapat tengkurap sesaat?”, pintaku pada ibu. Akan tetapi ibu justeru duduk membelakangiku untuk memudahkan melapi pungunggnya. Selesai belakang leher sampai pundak sampai batas kain ,’’bisa turunin sedikit kainnya bu?’’, tiada berbicara ibu melepas ikatan sarungnya, serta kembali kunikmati punggung yang sekarang berbelang merah sampai batas pinggang itu, dengan lembut ku usap semua permukaan kulitnya dengan handuk basah hangat barusan, serta butiran keringat mulai muncul dari pori-pori kulitnya. Saya cuma dapat nyengir melihat beberapa bercak sprema kering yang mengerak di kulit punggung ibu serta selekasnya ku lap.

Nafas ibu terlihat teratur, kesempatan ini sasaranku bawah ketiak serta bagian samping badan ibu. Kulihat kulitnya bulu-bulu kuduknya keluar. Makin susah saya mengendalikan nafas manakal ujung jari ku menyentuh bagian payudaranya. Serta seperti menyengaja, saya terlalu lama mengusapkan handuk itu di situ…”Den..”,peringatan ibu menyadarkanku. Akan tetapi sebab dia tidak menyuruhku berhenti, saya lantas mengalihkan usapan tanganku ke sisi depan badan ibu, yakni perutnya yang masih tetap tertutup sarung. Serta ibu tidak memprotes. Sebelumnya sisi tengah, lantas sisi atas…kucoba selalu menekan ke atas dengan tujuan menyentuh sisi bawah payudaranya, akan tetapi terhambat tangan ibu yang masih tetap mendekap sarung itu di dada. Lantas kembali pada tengah perutnya..serta bawah…terus ke bawah pusarnya, hingga beberapa jari ku tidak menyengaja menyelip dibagian atas celana dalamnya. Tangan ibu jatuh ke bawah coba menahan aksiku selanjutnya, akan tetapi munkin sebab cemas membuat payudaranya terungkap, serta tidak menghabiskan waktu masih tetap dengan handuk basah di tangan, ku usap-usap perhiasan alami kaum hawa itu, “Den..” sengit ibu dengan nada hampir berbisik…”ssshhh, tenang Bu” desisku menentramkan ibu yang sekarang nafasnya mulai tersendat-sendat. Saya belumlah bertindak lebih jauh terkecuali melap dengan penuh kelembutan gunung kembar yang bahkan juga semakin besar dari miliki isteriku itu, akan tetapi degupan jantung serta deru nafasku yang semakin meningkatkan bisa memvisualisasikan begitu luar umumnya gairah yang diakibatkan badan ibu kandung isteriku itu.

Saya tidak paham bagaimana perasaan ibu, yang saya tangkap cuma kuduknya yang merinding, lantas tubuhnya yang cukup gemetar serta deru nafasnya yang mulai tidak teratur. Saya cuma lakukan tindakan ikuti naluri…naluri seseorang pria yang demikian lama tidak rasakan kehangatan badan wanita. Ibu menggenggam ke-2 pergelangan tanganku, ada dikit usaha menarik tanganku dari permukaan dadanya, akan tetapi saya telah kehilangan kendali…handuk basah itu jatuh di pangkuannya, serta sekarang telapak serta jari jemariku mulai meremas-remas gundukan daging kenyal itu serta memilin-milin putingnya. Mulutku mengecup belakang leher serta bahu ibu. “Den….jangan”, katanya lirih…ketika satu tanganku coba masuk menyelusup celana dalamnya, dia menggenggam pergelangan tanganku yang sayangnya telah ada diatas gundukan bulu-bulu hitam lebat dibawah pusarnya. Serta pertahanan moralku juga rubuh, ku rebahkan badan ibu serta mulai menindihnya, dia menantangnya dengan coba menggerakkan tubuhku, akan tetapi tentunya apalah makna tenaga wanita separuh baya di banding pemuda yang tengah terbakar nafsu.”Den…jangan, saya ini ibu mu…ibu mertua mu..mmmff”..ucapannya berhenti saat kusumpal paksa mulutnya dengan mulutku…”mmmf…Den..mmmhh”, tangannya selalu meronta akan tetapi kutangkap serta kurentangkan ke atas…membuatku tergoda untuk menciumi ketiaknya…” Den…apa kata orang nanti…ini tidak bener..Den…ouhhf”, kembali kulumat bibirnya serta pergelangan tangannya ku tahan dengan satu tangan sebab samping tanganku repot berusaha melepas celana yang kupakai. Ibu mulai menangis terisak, serta tubuhnya menggeliat-geliat lakukan perlawanan akan tetapi justeru membuat panorama sensual yang semakin merayu. Serta matanya membelalak serta semakin cemas saat dengan paksa kurenggut celana dalamnya..”preekkk”, serta dia lakukan perlawanan paling akhir dengan merapatkan kakinya, tapi terlambat…satu lututku sudah ada salah satunya, dengan paksa kulebarkan kakinya…batang kontolku telah ada diantara dua pahanya..mencari sesaat serta..kurasakan tumpukan bulu-bulu di ujung kepala jamur kelaminku itu…dan pada akhirnya temukan sasarannya…celah diantara perbukitan rumput hitam itu, yang ternyata…telah basah. Hingga dengan dikit gampang benda tumpul itu mulai menekan masuk….serta rasa-rasanya bahkan juga lebih sempit dari rongga vagina isteriku….apa sebab ibu pun jarang disentuh bapak mertua? Muka ibu cuma meringis pasrah, air matanya mengalir temani isakan dari mulutnya.”maafkan saya, bu…aku sayang ibu, saya perlu ibu, ibu pun kan?”, ujarku dengan mesra di muka muka ibu sekalian berupaya mengayun-ayunkan pinggulku. Ibu cuma terisak serta menggigit jarinya, dengan liar saya mulai memompa tubuhnya…oh mengagumkan enaknya. Sebelumnya perlahan-lahan sampai semakin cepat serta ganas mengakibatkan badan ibu serta payudaranya berguncang-guncang, begitu sayang bila disia-siakan, jadi selekasnya kutangkap gunung kembar yang tengah diguncang gempa itu, serta kugigit mudah dua pucuknya bergantian, membuat ibu semakin mendesah.

Pagi itu situasi sejuk menjadi panas, tubuhku serta badan ibu mulai dibanjiri keringat. Kamar dengan cat terkelupas disana sini itu seakan-akan menjadi kamar pengantin yang indah, disertai deritan ranjang tua yang berjalan serta nada kecipak dua kelamin beradu. Ku tarik tangan ibu dari mulutnya, ku lumat bibirnya yang memerah itu..”ouuhh..Den..mmmmf”, lenguhnya membuat saya semakin brutal mengobrak-abrik liang senggamanya, liang yang sudah mendatangkan istriku 25 tahun kemarin itu. Ibu 1/2 menjerit saat tidak diduga dua kakinya dirangkulkan erat-erat diatas pinggangku serta ke-2 tangannya memeluk ketat diriku…ia sudah alami orgasme, mengerti hal tersebut memunculkan sensasi sendiri sampai tidak menanti lama saya tidak dapat kembali meredam ejakulasi ku, semprotan untuk semprotan benih terlarang seperti air bah menerjang tiap-tiap pojok gua kesenangan ibu mertuaku itu. Saya rebah diatas badan telanjang ibu, coba mengendalikan nafas, serta ibu mengusap-usap punggungku serta mengeramasi rambutku. Hingga kemudian saya bangun tinggalkan badan ibu serta mencabut kelaminku dari jepitan vaginanya. Dengan selekasnya cairan putih kental mengalir keluar dari sela bibir kemaluannya, membuat danau kecil diatas sprei lusuh. Selekasnya kusambar handuk basah barusan, ku basuhkan ke permukaan memek ibu serta sprei, lantas kuusapkan juga ke sekujur batang kontolku. Lalu menyusul berbaring disamping ibu.

Mata ibu menerawang ke langit-langit kamar tiada plafon itu. Saya memandang mukanya yang masih tetap basah sisa bekas keringat serta air mata. Dadanya turun naik membawa juga dua gunung indah di atasnya, membuatku tergoda untuk menjamahnya. Ibu tidak protes…”Den…kenapa kamu kerjakan itu, ini tidak bener Den, ini dosa, apakah kata tetangga kelak? Apakah kata bapakmu? Apakah kata Asih? Katanya lirih. “Ma’afkan saya bu…saya khilaf, saya lelaki normal bu, berpisah satu tahun dari Asih itu begitu berat untuk saya bu..tetapi ingin bagaimana kembali? Saya pasrah…seandainya ibu ingin mengusir saya silakan, saya titip Ari saja bu”, jawabku. Ibu kembali menangis serta berujar..”ibu tidak akan ngusir kamu Den…kamu sudah baik sampai kini menolong ibu, ini salah ibu pun, ibu meminta ini jadi rahasia kita berdua Den”, “saya akan jagalah rahasia ini Bu”, jawabku perlahan sekalian berusaha memeluknya, kesempatan ini ibu dengan pasrah meringkuk dipelukanku serta menumpahkan tangisan di dadaku hingga kemudian berkurang, serta entahlah siapa yang menyusul kembali bibir kami sama-sama berpagutan.

Tanganku mulai meremas-remas payudara montok punya ibu, sesaat ibu dengan malu-malu mengusap-usap batang penisku yang kembali siap tempur. Pertempuran ronde ke-2 kembali diawali. Mengerti nyatanya ibu pun memendam keinginan, kesempatan ini tiap-tiap adegan film-film porno yang biasa saya lihat bersama dengan tetangga, kupraktekan. Saya bangun mengangkangi dada ibu, kuarahkan batang penisku ke mulutnya, sebelumnya dia jengah menampik, akan tetapi selalu kupaksa, hingga kemudian cukup terbatuk-batuk dia telan hampir semua batang kontolku. Saya tidak demikian lakukan tindakan memaksa cemas dia akan muntah-muntah kembali. Yang terpenting sensasi jika saya kuasai dianya jadi kenikmatan sendiri. Ku putar tubuhnya sampai membelakangiku, ku susun dua tumpuk bantal dibawah perutnya, sebelum kusetubuhi dari belakang saya lakukan ritual menjilati tiap-tiap mili memeknya, membuat ibu kembali merinding serta merintih-rintih. Lalu…,’’jlebb’’…kembali batang kontolku terbenam dalam liang senggama ibunda isteriku itu. Kesempatan ini ibu tidak malu-malu keluarkan nada rintihan nikmat. Pantat molek itu mulai berguncang-guncang karena hentakanku. Tanganku selekasnya mencapai gunung kembar yang sekarang tergantung terayun-ayun.”ouuh…Den…oohhh”, rintih ibu temani geramanku…tubuh kami kembali berkilauan basah oleh keringat. Ronde ke-2 ini lebih lama berlangsung…ibu menghujamkan mukanya di bantal untuk menahan nada pekikan saat orgasmenya datang..bagaimana munkin wanita sehangat ini dapat ditinggal bapak mertua, pikirku. Lelah lakukan doggi model, kembali ku telentangkan badan bugil ibu mertuaku itu, pantatnya kembali kuganjal bantal hingga pinggulnya mendongak, ku pentangkan lebar-lebar selangkangan ibu, serta kulipat lututnya sampai hampir menyentuh pundaknya…lalu satu tusukan teramat dalam kembali dihadapi lubang kemaluan ibu.

Ibu kembali mendesah-desah terima tiap-tiap hentakan untuk hentakan senjata biologis milikku…dan satu kali lagi dia alami orgasme dahsyat yang tidak dirasakannya sekian tahun, mengundang datangnya orgasmeku juga yang satu kali lagi menyirami mulut rahimnya dengan cairan benih mungkin. Pagi itu jalinan menantu-mertua sudah melanggar batas jadi jalinan terlarang sepasang kekasih yang semasing masih tetap terikat perkawinan. Serta persetubuhan itu kembali berlangsung sampai saya alami 5 kali orgasme,,,ibu mertua? Tidak terhitung justru. Mendekati siang saya selekasnya bergerak keluar kamar yang sekarang beraroma sex itu. Bagaimana juga saya mesti mencari nafkah, dari situlah saya dapat beli susu untuk anakku serta keperluan keseharian yang umumnya kuserahkan pada ibu mertua.

Malam mendekati jam sembilan saya baru pulang. Ibu tengah melihat TV temani anakku yang tengah bermain. Seutas senyum kecilnya menyongsong kehadiranku. “Ibu sudah sehat? ini bu, buat berbelanja besok”, ujarku sambil menyerahkan 3 lembar uang 10 beberapa ribu. “Makasih…ibu sudah mendingan kok, Deni makan dahulu sana, ibu cuma beli makanan jadi siang tadi, belumlah masak”, jawabnya. Benar kata orang, seks bisa saja obat, pikirku sambil menyambar handuk digantungan serta ke arah kamar mandi. Selesai makan malam, saya bangun ke ruangan tengah. Ibu masih tetap berbaring di muka TV, sesaat anakku telah tertidur di sebelahnya. Ku angkat ia serta kubaringkan di ranjang ibu. Di luar kamar, tiada basa basi kembali kutindih badan ibu, ku lolosi daster lusuhnya melalui kepalanya, lantas beha serta celana dalamnya. Bibir kami selekasnya berpagutan. Kuremasi tiap-tiap sisi indah lekuk tubuhnya, payudara, pinggul, pantat…sambil mencolokan dua jemariku di vaginanya yang tiada diminta telah diselaputi cairan pelumas. “oohh…Den….aahh…”, seperti kepedasan ibu selalu mendesah. “Isap kontolku bu”, ujarku sekalian menariknya supaya berlutut dihadapanku..susah dipikirkan beberapa kata tidak patut itu dapat keluar dari mulutku pada seorang yang semestinya saya hormati .”mmmf …mmmf..mff”, ibu mulai mahir lakukan hisapan, jilatan bak pelacur profesional.

Senang rasakan hangatnya rongga mulut ibu, ubah saya kunyah, mengisap serta menusuk-nusuk lubang memeknya dengan lidah serta jemariku, pinggul ibu berjalan ke sana – kemari serta mulutnya mulai ribut mendesah, cemas didengar tetangga, selekasnya kuarahkan batang penisku ke mulutnya, dalam tempat 69 kami sama-sama mencicipi kemaluan semasing sampai kami senang. Diatas tikar lusuh itu, ibu dengan sadar buka lebar-lebar pahanya, membuat sela vaginanya merekah merah serta basah. Serta dia meringis saat kembali benda terlarang masuk tubuhnya. “oooh…Den,”…”ibu…ahhhss”, demikian menit lalu diantara rintihannya, ibu berkata..”den…pindah yuk, punggung ibu sakit jika di sini”, pintanya, saya mengangguk serta mencabut kemaluanku. Ibu bergerak berdiri akan berjalan ke arah kamar, akan tetapi pinggangnya selekasnya kutangkap. Dari belakang kembali kusetubuhi ibu, kutangkap sepasang payudaranya yang montok itu. Sekalian kusetubuhi, ku dorong tubuhnya supaya berjalan, sampai kami datang di kamar. Ibu merangkak naik ke atas ranjang tiada batang kontolku tinggalkan jepitan liang senggamanya. Kembali ku hentak-hentakan pinggulku sampai ranjang tua itu berderit-derit, membuat apakah yang diatasnya berguncang-guncang tidak kecuali anakku yang tengah tidur dengan nyenyaknya.

Ibu menggigit jari menahan rintihan keras keluar dari mulutnya. Beberapa lama lalu kembali kutelentangkan tubuhnya, dengan automatis dia buka pahanya…dan “blesss”,,,batang penisku kembali ambles ditelan rongga sempit,basah serta hangat punya ibu. Ku rentangkan tangannya ke atas, kuhirup dalam-dalam aroma asli badan wanita 1/2 baya yang masih tetap begitu sensual itu. Keringat kami kembali sama-sama melebur jadi satu, deritan ranjang tua itu menemani irama bergesekannya dua kelamin serta nada jangkrik di luar. Serta Ibu sembunyikan mukanya di dadaku saat dia dirundung kenikmatan bathin jalinan terlarang malam itu. Serta berulang-kali juga cairan spermaku isi penuh rongga memek ibu. Malam itu ibu alami lebih 6 kali orgasme, sedang saya sampai 4x sampai spermaku hampir habis.

Bulan-bulan selanjutnya jalinan haram itu selalu berjalan. Serta membawa konsekwensi tumbuhnya benih yang kutanam. Untunglah sebelum berkembang leih besar, bapak mertua hadir. Walaupun membuatku demikian cemburu saat satu malam ranjang tua kamar ibu kembali berderit, bukan sebab ulahku, tetapi bapak mertua. Sampai satu bulan lalu bapak mertua kembali bisa obyekan serta yakini istrinya hamil sebab dianya. Sesudah dia pergi, dapat ditebak. Kembali ranjang tua itu berderit-derit karena persetubuhan saya serta ibu, sampai mendekati anak kami lahir.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.