Agen Bola Terpercaya

Wednesday, January 30, 2019

Cerita Dewasa Narti Kenikmatan Sentuhan Tangan Warto Di Kelaminnya


warto ialah seseorang pria lajang asli banyumas yang profesinya menjadi seseorang penarik gerobak sayur disebuah pasar tradisionil dibilangan jakarta selatan.


Berperawakan tengah ukuran rata-rata, tinggi tidak, pendek tidak, buruk tidak, cakeppun ngga, kulit sawo masak condong hitam cukup berminyak, sebab profesi menjadi penarik gerobak postur badan jadi baik tiada fitness, maklum seseorang penerik gerobak semakin banyak menggunaka otot daripada otak, hingga dengan tidak menyengaja otot akan terjaga dengan sendirinya.
Jam kerja warto jam 3 sore sampai jam 12 malam melayani beberapa pedagang-pedagang pasar membawa barang dagangan atau konsumen membawa pulang barang belanjaan. Dari banyaknya berlangganan warto ada seseorang pedagang sayuran serta bumbu dapur bernama narti yang demikian dekat dengan warto sebab kebetulan pangkalan gerobak warto ada dimuka counter atau persisnya lapak dagangan mbok narti. Jalinan usaha mereka termasuk dekat hingga pembayaran biaya gerobak dibayar bulan oleh mbok narti.

Mbok narti datang dari salah satunya desa di indramayu, kulitnya hitam wajahnya manis, dengan tinggi tengah tapi mempunyai sepasang buahdada baik yang seringkali membuat mas warto lihat dengan pojok matanya, ukuran cukuplah mantap seputar 34 atau 35. Sudah bersuami bernama mas tarsica yang tinggal dikampung mengatur sawah serta bebek hasil berjualan narti di kota. Narti juga mengerti jika Warto seringkali melirik padanya, tapi ia tidak demikian memedulikan bahkan juga condong makin berani mengungkapkan beberapa bagian tubuhnya yang bisa mengundang keinginan birahi Warto, justru terkadang tatapan Warto serta Narti sering berjumpa yang pada akhirnya mereka sama-sama senyum tiada memahami makna peristiwa itu.

Dalam satu pagi Warto mendapatkan telpon dari pamannya di kampung yang menyampaikan kabar jika bude Sakem memerlukan cost untuk berobat sebab sakit. Bude Sakem ialah orang yang menbesarkan Warto ke-3 ia ditinggal oleh orang tuanya transmigrasi ke Lampung. Warto memang dekat dengan budenya yang satunya ini sebab dia ingin membalas layanan budenya. Warto bingung sebab sekarang ini dia tidak mempunyai uang. Uang dikantong cuma cukuplah untuk makan kelak siang.

Dalam kebingunganya Warto ingat relasinya dipasar yah Narti, dia akan coba meminjam uang padanya, atau sekurang-kurangnya dia coba minta bayaran gerobak didepan hingga dia bisa selekasnya kirim uang itu kebudenya yang tengah sakit di kampung. Bergegas dia ke arah rumah petakan Narti yang terdapat di belakang pasar tempat dia berdagang. Kontrakan Narti adalah rumah petakan kumuh terbuat dari tripleks serta dicet apadanya, rapat serta berhimpatan satu dengan yang lain. Petakan ini memang umumnya ditempati oleh sama-sama pedagang dipasar.

Tidak berapakah lama Warto datang dipetakan Narti, situasi petakan sepi sebab jam segini seputar jam 9 sampai jam 11 umumnya penghuni pergi ke pasar induk kramat jati untuk beli barang dagangan. ceritasexdewasa.org Warto dikit kuatir, jangan-jangan Narti pun pergi berbelanja ke pasar induk. Dengan ragu-ragu Warto coba mengetuk pintu petakan Narti, sepi tidak terdengar jawaban, kembali Warto jadi sangsi apa Narti berada di petakan. Dia kembali coba mengetuk pintu, tidak ada juga jawaban, saat Warto mulai terasa putus harapan, terdengar nada penghuni samping petakan, seseorang nenek tua, ibu dari seseorang pedagang di pasar yang Warto kenal menjelaskan jika Narti tengah mandi di MCK dekat musola seputar 25 mtr. dari petakan Narti.

”Tunggu saja di mas, mbak Narti sesaat kembali pun selesai” tutur nenek tetangga Narti.
”Baik nek, tidak nantikan di tempat ini aja” jawab Warto dengan logat jawanya yang dihaluskan sebab menghargai nenek.

Dengan perasaan bimbang Warto menanti Narti, tidak demikian lama Warto menanti tampak Narti tergopong berjalan 1/2 lari sekalian menutupi sisi dadanya yang terlihat tercetak dua bukit kembar sebab Narti tidak memakai handuk tetapi memakai daster tidurnya yang sudah tipis ditambah lagi 1/2 basah terkena air saat dia mandi di MCK barusan.

”Weh ada mas Warto, ada apakah mas tumben ke sini, ada butuh sama aku” Narti nyerocos sekalian masih bejalan ke arah pintu petakannya
”Ya.. mbak.. saya ada butuh nih” Narti memerintah Warto masuk kepetakannya, sebab dia tidak enak bicara di luar, dia berfikir mustahil mas Warto pagi-pagi berikut kepetakannya jika tidak ada butuh ditambah lagi Narti lihat muka Warto terlihat susah.
”Ada apakah Mas, kelihatannya kembali susah nih” bertanya Narti
”Aku perlu uang Mbak budeku dikampung sakit, beliau meminta saya kirim uang untuk cost berobat”, mata Warto tidak terlepas dari cetakan dada yang sangat jelas didada Narti.

Basic, wong kembali bingung kok matanya masih ke ”susuku” fikir Narti.

”Sakit apa” Narti coba menyakinkan, dengan tidak berupaya kembali menutupi cetakan susunya seperti barusan sekarang ini lari dari MCK ke arah petakannya.

Pikirnya toh mas Warto seringkali pun menatapnya pada sekarang ini berdagang.

”Saya tidak tahu, tetapi mereka minta saya kirim uang untuk berobat, mba bisa saya meminta bayaran gerobak untuk bulan kedepan mbak” dengan 1/2 menunduk Warto mengutarakan tujuannya pada Narti.
”Mas Warto perlu berapa” bertanya Narti
”Ya beberapa bayaran gaji saya saja, mba, 185 ribu” jawab Warto dengan masih menunduk.
”Sebentar ya mas” Narti bergerak ke balik hordeng biliknya, entahlah apakah yang akan dikerjakan Warto bertanya-tanya

Sesaat Warto bisa menilik beberapa benda yang berada di petakan Narti, satu termos, 2 buah gelas kaca yang tidak bening kembali, satu kasur butut serta radio kecil dan satu changer ponsel masih tetap melekat dihentikan kontak. Serta apakah itu, satu BH serta celana dalam yang rendanya mulai terurai benangnya punya Narti bergantung di jemuran di petakan, mungkin malu jika di jemur di luar. Warto mengetahui BH itu sebab seringkali dipakai oleh Narti.
”Ini mas 200 ribu, saya buletin uangnya, sekalipun saya menolong mas yang kembali ketimpa bencana, mudah-mudahnya bude Sakem cepat sembuh” nada Narti mengagetkan Warto yang tengah searching sekitang petakan Narti.
”Aduh terima kasih mbak” mata Warto bersinar-sinar sebab Narti sudi menolongnya.
”Uang ini saya titipkan pada Yanto, tukang ketoprak tetangga kampungku yang kebetulan kelak sore akan pulang kampung”.
”Ya telah cepat sana, kelak keburu Yanto tidak ada” kata Narti
”Tanpa ba-bi-bu Warto selekasnya kerumah Yanto, situkang ketoprak yang akan pulang kampung.
”Yan… ini saya titip buat bude Sakem yang tengah sakit 190 ribu rupiah, yang 10 ribu untuk nambahin biaya kamu, sekalipun salam serta jelaskan saya belumlah dapat pulang ”

Ialah jadi rutinitas dilingkungan Warto, sama-sama menitip uang jika ada seseorang kerabat, tetangga kampung atau rekan yang akan pulang kampung. Warto pun sudah seringkali dititipi oleh Yanto. Memang mereka tidak kenal terdapatnya transfer uang melalui bank.

”Baik kelak saya berikan To… wis kamu tidak perlu bingung, mudah-mudahan tidak ada apa-apa” kata Yanto.

”Terima kasih To..berhati-hati ya.” Warto berucap sekalian permisi pada sahabatnya yang sudah sudi menerim titipan uang darinya untuk bude yang tengah sakit dikampung.

Kembali teringat muka bude Sakem, muka yang teduh serta ikhlas mengatur serta menganggap menjadi anak, muka yang penuh kedamaian. Bagiamana budenya mengajarnya tiap-tiap malam, bagaiamana budenya temani waktu dia makan, semua kembali teringat. Tetapi sebab aspek umur, sekarang ini beliau tengah tergolek lemah di kampung.

Tidak diduga ingatannya kembali pada Narti, dia belumlah mengatakan apa pun padanya ditambah lagi terima kasih sesudah dia jadi dewa penolong baginya. Warto kembali ke arah petakan Narti, untuk mengatakan terima kasih atas pertolongan yang sudah dia beri.

Tidak berapakah lama Warto sudah datang didepan petakan Narti, Warto langsung menyodok masuk tiada mengetuk terlebih dulu. Terbelalak Warto lihat panorama yang terlihat di, waktu itu Narti tengah mengeringkan badannya dengan daster tipis menjadi alternatif handuk. Narti cuma memakai handuk untuk menutupi kemaluannya, sedang dua buah bukit kembarnya tertutup BH warna putih condong telah jadi krim yang nampaknya tidak bisa menyimpan dalamnya. Warto belum pernah memikirkan jika payudara Narti demikian indahnya besar, putih serta masih tetap seperti orang belumlah bersuami, mungkin sebab jarang disentuh oleh suaminya

Mereka berdua terkesima, Warto terbelalak melihat panorama itu sedang Narti cuma diam seribu basa sebab tidak tahu apakah yang perlu dikerjakannya.

Tidak diduga ke-2 mata mereka sama-sama berjumpa satu dengan yang lain, sama-sama bertatapan dengan masih tiada nada, waktu itu perasaan menjadi manusia yang bicara, Warto mendekat sesaat Narti masih diam tiada bahasa, sesaat bibir Warto mulai mendekat bahkan juga dekat sekali ke kening Narti.
.
Narti rasakan hembusan birahi Warto, pada akhirnya dia rasakan satu ciuman lembut datang dikeningnya, dia pejamkan mata tidak tahu mesti nikmati atau apakah yang perlu dikerjakan sesaat, sebab lembutnya kecupan Warto, birahinyapun mulai terganggu, ditambah lagi sesudah kecupan Warto turun ke pipi lalu selalu turun menelusur sampai hingga pada bibirnya.

Hangat sekali kecupan Warto, kecupan yang memang sudah lama tidak ia alami, lidah Warto gesit bermain di mulutnya yang harus mengundang hasratnya untuk melayani permainan lidah serta bibir Warto.

Tangan kanan Warto mulai menelusuri sisi belakang Narti yang memang tidak terbungkus apa-apa cuma seutas tali BH yang masih tetap menggantung dari sana, diusapnya lembut pinggung serta pantat Narti, lalu tangan kirinya mulai menelusur diperut Narti hingga memunculkan sensasi yang tidak terkira buat pemiliknya

Ehhhh…………..Narti berguman nikmati usapan serta belaian dan kecupan bibir Warto, ditambah kembali tangan kiri Warto makin mendekati dua bukit kembar kepunyaannya yang masih tetap terbungkus BH, sensasi yang dirasa makin nikmat. Tangan kanan Warto naik dari pantat ke arah pengait tali BH Narti serta dengan sentuhan halus, BH itu telah lepas serta melaju turun sampai ketahan oleh handuk penutup kemaluan Narti.

Tampaklah oleh Warto dua bukit kembar punya Narti yang sekarang bebas menggantung tiada penghambat. Warto makin semangat dari sebelumnya menyeka, membelai lalu sekarang telah tiba pada step meremas, apa yang dia remas pantat, perut, pinggul sampai payudara Narti tidak lepas dari remasannya. Perihal ini makin berisi Narti tidak berkapasitas, dia betul-betul dimabuk nafsu yang dibangkitkan oleh Warto seseorang penarik gerobak langganannya. Dia tidak ingat kembali suaminya dikampung, dia lupa semuanya.

Dikit demi sedikit Warto menggerakkan badan Narti mengarah kasur butut punya Narti yang cuma menurut saja oleh dorongan badan Warto sampai dia turunkan tubuhnya serta duduk dikasur. Warto ikuti pergerakan Narti ke arah tempat tidur mulutnya sekarang bermain gesit mainkan puting susu Narti. Seolah tidak senang cuma mengecup serta menyedotnya tanggan kirinyapun turut menolong meremas-remas bukit kembar punya Narti.

Dengan dorongan Warto sekarang badan Narti telah tergolek dikasur tiada penutup dada cuma handuk yang tidak dapat kembali menutupi kemaluannya sebab terungkap oleh gesekan-gesekan badan mereka.

Rutinitas Narti, setelah mandi dia cuma memakai handuk menjadi penutup barang kepunyaannya yang sangat bernilai tiada celana dalam, sedang sisi dada cuma dibungkus BH (mending BH-nya bagus). Rutinitas kenakan pakaian semacam ini sering dia kerjakan sekalian melakukan aktivitas di petakannya.

Rutinitas semacam ini mempermudah Warto untuk lakukan laganya. Kembali dia mengecup bibir Narti yang sudah menanti tindakan Warto selanjutnya. Gejolak birahi yang dirasa selekasnya menghempas semuanya. Statusnya menjadi istri dari Tarsica seseorang petani serta pemelihara bebek di kampung tak akan dia ingat. Ditambah lagi tangan kanan Warto mulai buka handuk lusuh hanya satu yang masih tetap dia gunakan menjadi penutup kemaluannya.

Dengan sekali tarik, tampaklah oleh Warto kemaluan Narti didepannya, rambut kemaluan yang tebal berwarna hitam terlihat berantakan tidak tertangani menutupi bibis vagina punya Narti. Pantulan sinar matahari yang menerobos melalui sela dinding petakan Narti menolong memberi penerangan buat Warto untuk sesaat memerhatikan kemaluan Narti. Dia takjub dengan Narti kemaluan Narti yang terlihat menonjol persis kue apem yang adonananya prima.

Narti cukup risik lihat Warto melihat vaginanya seperti akan lihat semuanya, tidak habis akal tangan Narti mengapai benjolan diselangkangan Warto yang memang semenjak barusan menuntuk untuk dijamah, sesaat Warto terhenyak sesaat saat tangan Narti datang dikemaluannya, akan tetapi hal tersebut tidaklah terlalu lama, sebab kesenangan serta sensasi yang ia alami sangatlah menghanyutkan, ditambah lagi Narti mulai coba masukkan tangannya dalam celana Warto. Warto tidak sabar selekasnya dia memelorotkan celana sekaligus juga CD-nya, supaya kesenangan yang ia alami makin rasanya. Kaos berlambang salah satunya Calon legislatif Partai spesifik yang dia pakai pun tidak lepas dia bebaskan
Tampaklah oleh Narti badan hitam, kekar sebab seringkali menarik gerobak sayur punya Warto mengkilap sebab keringat serta catatan sinar matahari. Belumlah hilang perasaan takjub Narti pada kekekaran badan Warto, dia rasakan suatu menyentuh kemaluannya, yah tangan Warto mulai menyeka rambut kemaluan Narti yang tidak mengyangka jika seseorang penarik gerobak memiliki style bercinta yang romantis tidak seperti suaminya dikampung, cek-ecek-ecek telah boro-boro ada pemanasan, sangat tergesa-gesa, maklum tuturnya dia mesti lihat saluran air disawah, apa bendungan yang ia bikin bisa mengalir keseluruh sisi sawahnya dengan prima. Jangankan orgasme buat Narti kadang terangsang juga belumlah. Lainnya perihal dengan Warto yang agak sabaran dalam meningkatkan birahinya.

Tidak senang cukup dengan membelai Warto mulai menusuk-nusukan jari manisnya kevagina Narti yang sudah basah oleh cairan birahinya, hangat serta licin yang dirasa Warto. Ehh…ehh…Narti meracau rasakan kesenangan sentuhan tangan Warto ke kelaminnya. Warto selalu berlaga sampai dia tidak tega lihat Narti meracau tidak menentu, mengelengkan kepalanya kekanan serta kekiri sebab enaknya, ditambah lagi tangan Narti berlaga dikemaluan Warto mulai tidak menentu terkadang menyeka terkadang menggosok terkadang memencet.

Selain itu birahi Wartopun sudah meninggi, pada akhirnya entahlah siapa yang mengawali Warto yang semangat menindih badan Narti, atau Narti yang tidak sabar menarik badan Warto untuk selekasnya menindih serta masukkan alat kelaminnya dalam kemaluannya. Tangan Narti masih dikemaluan Warto untuk selekasnya membimbingnya ke arah lubang vaginanya, Sesaat Warto menggosok-gosokkan kemaluan kepunyaannya ke vagina Narti.

Narti mengusung pantatnya tinggi-tinggi, Warto menusukkan kemaluannya… blesss…blesssssssssssss…Narti menggit bibir rasakan kesenangan kemaluan Warto melaju kekemaluannya yang memang sudah lama tidak dijamah oleh suaminya sebab dia lama tidak pulang kampung. Umumnya satu bulan 2x atau 3x dia pulang, tetapi telah dua bulan ini dia belumlah bisa pulang kampung, sebab pasar tengah ramai mendekati pemilu.

Hampir semua kemaluan Warto membenam di vagina Narti, sesaat mereka terdiam, semasing rasakan enaknya bersenggarama. Buat Warto ini ialah kesenangan yang tidak terhingga yang sempat ia alami, sebab sampai kini paling-paling cuma sabun mandi, tapi sebab sudah seringkali melihat film biru bersama-teman sama-sama penarik gerobak, atau pengalaman melihat tetangga di sekitar tempat dia mengontrak rumah serta sebab nalurinya dia bisa menjalankan peranan dengan baik.

Selang sesaat awalilah Warto menaik-turunkan tubuhnya menindih badan Narti, bunyi kecipak sebab beradunya kelamin mereka serta dengusan nafas kedua-duanya makin meningkatkan sensasi buat mereka. Situasi pagi mendekati siang, di mana matahari terlihat mulai meninggi makin meningkatkan suhu di dalam petakan Narti serta sekaligus juga meningkatkan gejolak birahi mereka. Memang sekitar petakan Narti pada jam-jam semacam ini berasa lebih sepi, sebab sejumlah besar anak-anak tengah bergulat dengan pekerjaan sekolah, sesaat orangtua mereka yang umumnya beberapa pedagang dipasar, tengah berbelanja barang daganganya, paling-paling cuma anak-anak yang belumlah sekolah yang tinggal di rumah atau sperti nenek barusan yang memberitahu Warto jika Narti berada di dalam petakannya.

Mas…mas..mas… ehm..ehh..ehh desahan Narti makin tidak menentu, perihal ini makin meningkatkan birahi Warto, dari perlahan lalu tengah lalu cepat dengan berkali-kali Warto menghujamkan kelaminnya dalam vagina Narti. Uhg..uhg..mba..mba..Warto mulai menimpali desahan Narti disertai dengan dengus nafasnya laksana banteng ketaton.

Berasa oleh Warto Narti mengusung tubuhnya makin tinggi serta pergerakan kepalanya kekiri serta kekanan makin cepat ditambah dengan desahannya yang makin tidak menentu, mengisyaratkan puncak birahinya akan selekasnya terwujud. Mas…mas..saya..saya..ahhhhhhhhh. pada akhirnya meletuslah lahar birahi kesenangan Narti. Ke-2 tangganya menarik kencang badan Warto supaya menekan tubuhnya sekalian menjerit perlahan-lahan mengisyaratkan kesenangan yang tanpa terkira.

Sesaat Warto memulai rasakan hasratnya akan selekasnya tercukupi, dengan kecepatan optimal dia mamacu menaikturunkan tubuhnya menindih badan Narti yang terlihat tidak berkapasitas sesudah alami orgasme. Keringat mengucur deras hari badan hitamnya eh..eh..ehhhhh saya keluar mba…ahhhh. Tidak terbayangkan nikmat yang dirasa Warto, berasa dari ujung jari kaki sekalian keubun-ubun ia alami, sesaat dia terdiam dengan masih menindih badan Narti yang turut nikmati semburan sperma Warto di rahimya. Nafas Warto tidak menentu, semua tenaganya terkuran di akhir permainan barusan.

Kedua-duanya terlihat terkulai lemas, sesudah nikmati permainan mereka, Narti terlihat terdiam sesaat Warto tidak tahu apakah yang perlu dia katakan. Pada akhirnya kedua-duanya tertidur dengan badan masih tetap telanjang tiada sehelai benangpun.

Narte…Narte….Narte…sayup-sayup Narti mendengan seseorang menyebut namanya, pada sadar serta tidak sadar sperti punya mimpi. Narte…Narte….Narte kembali terdengan nada panggilan dengan logat Batak yang kental, kedua-duanya terjaga Narti tersentak begitupun dengan Warto.

Sesudah berkali-kali baru Narti bangun buka pintu petakan tempat tinggalnya, dengan baju sekenanya, yakni kain jarik panjang yang biasa dipakai untuk membawa dagangannya, rupanya si Butet yang hadir akan menagih uang angsuran yang harian utang Narti padanya. Butet seperti bank keliling dipasa tempat Narti berdagang, dia meminjamkan beberapa uang pada beberapa pedangan serta dicicil sehari-hari, minggu atau bulan bergantung kesepakatan, janganlah bertanya masalah besaran bunga, tentu semakin besar dari bank, tetapi beberapa pedangan lebih senang ke si Butet daripada ke Bank, sebab mekanisme gampang, cepat serta tak perlu KTP, KK serta Slip Upah (he..he.. pengalaman credit di bank nih).

Dia menyodorkan uang Rp. 15.000 pada si Butet.

”Siang-siang berikut rupanya tidur kau” sengit Butet masih tetap dengan logat yang Batak yang kental.

Narti cuma tersenyum sekalian kembali tutup pintu, tinggalkan kebingunan Butet.

”Bah…malas kali kau rupanya” omel Butet.

Lain perihal dengan Narti, sesaat dia kembali ketempat mereka berperang barusan, dikasur minimnya tak akan dia jumpai Warto, tapi cuma satu kaos kucel serta kusut berlambang calon legislatif masih tetap, kemanakah kiranya Warto. Belumlah hilang kebingungan Narti, Warto muncul dari belakang almari plastik bergambar kembang yang telah bolong disana-sini punya Narti. Rupanya Warto bersembunyi dari sana waktu barusan si Butet hadir, dia takut kalau-kalau butet memandangnya tengah ada di patakan Narti, tentu kalut masalah.

Narti melihat Warto yang muncul dari balik belakang almari dengan baju 1/2 telajang serta mengerti keadaan tubuhnya yang masih tetap tiada kenakan penutup terkecuali jariknya. Baru dia sadar akan apakah yang berlangsung, dia sudah menghianati suami, sudah menyerahkan suatu yang seharunya cuma dia beri pada suaminya tidak pada Warto, menunduk dia sekalian menangis.

Sesaat Warto tidak tahu apakah yang perlu dikerjakan,

”maafkan saya mbak…maafkan saya, cuma itu yang keluar dari mulut Warto. Narti masih tetap saja tertunduk sekalian menangis, keduan tangannya ditempatkan di atas pahanya. ”Kamu tidak salah Warto, saya yang salah”. Kedua-duanya kembali terdiam.

Warto coba kembali menbangun kekakuan situasi dengan mendatangi Narti serta membelai rambutnya, lembut sekali warto lakukan itu, berkali-kali tangannya menyeka rambut Narti, bahu serta belakang badan Narti yang duduk menggeloso dilantai.

”aku meminta maaf mba” satu kali lagi Warto berucap lirih.

Narti menjatuhkan kepalanya didada Warto sekalian mengangkap kepalanya serta berucap sama sperti yang dia katakan barusan.

”Kita saling bersalah Warto” imbuhnya.

Seksi sekali bibir Narti waktu mengatakan itu dimata Warto, ingin sekali dia mengecup bibir seksi itu, tetapi dia masih tetap sangsi sebab Narti masih tetap menenteskan air mata. Sesaat belaian tangan warto di kepala bahu serta belakang tubuhnya kembali mengganggu birahi Narti yang sudah lama tidak tersentuh suaminya. Setan selalu merayu membisikkan beberapa kata birahi pada kedua-duanya.

Pada akhirnya Warto tidak tahan dengan situasi dengan meyakini dia mengecup bibir Narti, ditambah lagi dia rasakan ada reaksi di bibir serta badan Narti, Warto makin berani usapan pada badan sisi belakang belakang sampai kebelakang telinga, harus menghidupkan kembali keinginan seksual Narti, dia dikit beringsuk kekiri meluruskan tubuhnya sampai berhadap-hadapan dengan Warto sekalian masih terima rangsangan dari bibir Warto, tangannya mulai mencari apakah yang semestinya dia kerjakan, mencari suatu diselangkangan Warto yang sudah kembali terjaga serta siap berlaga.

Tegang serta keras dan mengkilap pada bagian kepala sekejap dia mengambil pandang waktu Warto mengecup bibirnya. Warto cukup terperanjat serta dikit mengusung pantatnya pada saat tangan Narti menyentuh kelaminnya. Sekarang kecupannya tak akan di bibir Narti tapi telah kepipi lalu turun keleher serta sampailah di bagian atas dada Narto, selalu turun di antara dua bukit kembar punya Narti, tangan kirinya meraih buah dada Narti samping kiri sesaat mulutnya mengecup halus puting susu Narti samping kanan sekalian menjilat serta mengigit dengan lembut.

Narti menggerakkan tubuhnya kemuka sesaat tangan kirinya merapatkan kepala Warto serta menyodor ke-2 payudaranya. Terbenam muka Warto di dada Narti, sesaat tangan Narti makin keras mengenggam penis Warto sekalian turus menaik-turunkan tangannya menyeka serta mengocok penis Warto. Beberapa lama tindakan ini mereka kerjakan, sampai pada akhirnya terdengar nada Narti

“mas…mas…mas Warto saat ini, saya tidak tahan”. Narto menrorong badan Narti ke kasur tipis dengan kepalanya masih payudara Narti, yang ikuti pergerakan Warto menidurinya.

Penis Warto yang telah menegang optimal sesaat vagina Narti sudah basah kuyup semenjak kadang-kadang tangan Warto menjamahnya, gampang buat Warto masukkan penisnya ke vagina Narti, hangat ia alami menyebar dibatang kelaminnya. Sesaat berhenti, lalu maju serta mundur dengan memiliki irama Warto menggenjot Narti. Sesaat Narti demikian menikmatinya, kain jarik tutup tubuhnya barusan telah tidak tahu entahlah kemana, sangat nikmat ia alami sodokan Warto dikelaminnya, terus…terus…terus…ahh..ahh, dia mendesah tidak teratur.

Birahi yang dibangkitkan Warto lewat penis, kecupan pada bibir serta payudara dan usapan pada belakang telinga serta bisikan-bisikan mesra yang disampaikan Warto membuat Narti makin mendekati puncak kesenangan, ahh..ahh..ahhh..saya ingin ssssaampaai..terusssss, semakin tidak karuan perkataan Narti. Sampai pada akhirnya meledaklah birahi Narti disertai dengan makin maksimumnya hujaman-hujaman penis Warto yang akan sampai pada puncaknya.

Ahhhhhhh ….bertepatan mereka sampai keinginan birahinya, nafas ke-2 meningkatkan tidak karuan sementaram keringat mengucur dari ke-2 badan mereka, Warto masih tetap menindih badan Narti, saat dia sadar jika dia mesti selekasnya kerja manarik gerobak sayurnya, sesaat Narti pun tersadar jika dia mesti selekasnya kelapak dagangnya. Pada akhirnya waktu hentikan pertarungan mereka sebelum keluar dari petakan Narti, Warto masih tetap sembat mengecup bibir serta menyeka payudara Narti. Sesaat Narti terseyum sekalian menggenggam ke-2 payudaranya menyuguhkan pada Warto seolah melawan.


Semenjak peristiwa itu mereka, seringkali kembali mengulanginya tiap-tiap ada peluang, terkadang di petakan Narti, terkadang di tempat Warto, bahkan juga mereka sempat mengerjakannya di rel kerata api dilakang pasar tengan masih kenakan pakaian.

Sempat satu saat keinginan Narti demikian menggebu, kebetulan pasar telah mulai sepi sebab telah jam 1 pagi hari, dia kirim pesan pendek pada Warto untuk selekasnya menjumpainya di tempat ”biasa”…..-

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.